Meretas Jarak, Merawat Jejak: Tiga Temu Pemikiran Feminis
PENGANTAR
oleh: Himas Nur (she/her) —Redaktur Pelaksana dan Alumni Sekolah Pemikiran Perempuan 2023
Kumpulan tulisan ini merupakan bagian dari perjalanan para peserta Sekolah Pemikiran Perempuan 2023. Mereka menelusuri ragam pemikiran feminis berbekal pembelajaran kelas yang telah ditempuh sejak 21 Januari hingga 27 Mei 2023. Ada Ama Gaspar, Asri Pratiwi Wulandari, Silvy Chipy dan Udiarti yang menyelami luas pemikiran Siti Rukiah. Ada pula pemikiran Nawal El Saadawi yang dituturkan oleh Ayomi Amindoni, Eka Wahyuni, Restiana Purwaningrum, dan Tyassanti Kusumo Dewanti. Kemudian ada Dewi Rosfalianti Azizah dan Himas Nur yang merefleksikan kekayaan pemikiran Gloria Anzaldúa. Mari kita alami, rasakan, dan rayakan tiga temu pemikiran feminis tersebut melalui naskah-naskah ini.
S. Rukiah: Sastra dan Perjuangan Perempuan yang Tak Putus
oleh: Ama Gaspar, Asri Pratiwi Wulandari, Silvy Chipy, dan Udiarti
Kiprah Rukiah di dunia sastra berjalan beriringan dan beresonansi dengan pergerakan politiknya. Sebagai penulis sekaligus aktivis Lekra, ia dengan tegas dan tajam mengkritik jejak kolonial hingga perubahan global geopolitik di Indonesia. Rukiah memiliki pemikiran yang revolusioner. Pada masa pengkaryaannya, ia konsisten bersuara bahwa perempuan bukanlah identitas yang monolitik. Pelbagai ragam identitas seperti gender, kelas, etnisitas, adat istiadat, dan kepercayaan turut mempengaruhi bentuk-bentuk penindasan berlapis yang dialami oleh perempuan.
Nawal El Saadawi, Pembangkang yang Membongkar Patriarki di Dunia Arab
oleh: Ayomi Amindoni, Tyassanti Kusumo Dewanti, Restiana Purwaningrum, dan Eka Wahyuni
Nawal El Saadawi lahir di delta Sungai Nil bagian bawah pada 26 Oktober 1931. Ia merupakan seorang penulis, aktivis dan feminis transnasional yang berkontribusi besar dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Nawal menulis lebih dari 27 buku, baik nonfiksi, novel, cerita pendek, serta drama. Tulisan yang ia utarakan, berfokus pada pengalaman perempuan serta relasinya dengan tiga wacana yang dianggap kontroversial di dunia Arab, yakni seksualitas, agama, dan sosiopolitik.
Gloria Anzaldúa: Wacana Pengalaman Ketubuhan dan Aktivisme Spiritual
oleh: Dewi Rosfalianti Azizah dan Himas Nur
Gloria Anzaldúa merumuskan konsep conocimiento atau tujuh langkah menuju aktivisme spiritual. Conocimiento merupakan istilah Spanyol yang bermakna pengetahuan dalam bentuk kesadaran dan familiaritas, pengetahuan yang tak hanya berada di gedung-gedung universitas atau kultur akademik kulit putih. Anzaldúa juga mengadvokasi perempuan dunia ketiga, queer, dan kelompok marginal lainnya untuk menulis. Praktik menulis ia artikulasikan sebagai bentuk daya juang, reklaim pengetahuan, sekaligus proses intim untuk mengenal diri dan mendengar pengalaman ketubuhan.
Para Puan dan Dunianya: 6 Potret Pemikiran Perempuan
PENGANTAR
oleh: Dewi Kharisma Michellia —Penyunting dan Alumni Sekolah Pemikiran Perempuan 2022
Sekolah Pemikiran Perempuan 2022 berlangsung pada 5 Februari hingga 2 Juli 2022, yang terbagi dalam tiga modul. Para Puan dan Dunianya: 6 Potret Pemikiran Perempuan adalah hasil akhir dari Modul 1, sebuah upaya penulisan kolektif tentang sosok puan yang dipilih. Seri ini menampung tulisan-tulisan seputar kehidupan, kerja-kerja, sejumlah karya, dan buah pikiran Linda Tuhiwai Smith, Marianne Katoppo, bell hooks, Saparinah Sadli, Françoise Vergès, dan Toeti Heraty.
Linda Tuhiwai Smith: Siasat Melawan Penghancuran Identitas Indijenes
oleh: Gema Swaratyagita, Martha Hebi, Riyana Rizki, dan Syifanie Alexander
Linda Tuhiwai Te Rina Smith (lahir 1950) adalah seorang indijenes Māori dengan perhatian pada metodologi penelitian dan aktivisme pendidikan sebagai cara untuk membongkar penindasan kolonialisme dan imperialisme. Linda yang saat ini menjadi profesor di Universitas Waikato di Hamilton, Selandia Baru menempati posisi yang krusial untuk memperjuangkan kepentingan indijenes dalam ruang-ruang akademis.
Marianne Katoppo: Dekolonisasi Perempuan Asia dalam Teologi
oleh: Anna Hindom Anny, Christine Toelle, Ilda Karwayu, dan Lusiana Limono
Marianne Katoppo, penulis dan akademikus teologi, secara aktif menerbitkan teks bernarasi kritis berupa buku fiksi dan nonfiksi—dengan perspektif feminis—sekitar tahun ‘70 sampai dengan ’80-an. Perspektif feminis, yang menjadi sudut pandang Marianne dalam menyampaikan gagasannya berangkat dari konteks kesukuan dan ras. Ia dengan tegas menyebut identitasnya sebagai titik tolak.
bell hooks: Sebuah Pesan tentang Kekuatan Cinta
oleh: Citra Maudy Mahanani, Dewi Kharisma Michellia, Eka Putri Puisi, Ilana Avanindra, dan Septina Rosalina Layan
bell hooks menggambarkan bahwa pemaknaan masyarakat akan cinta terbentuk berdasarkan pemahaman akan gender yang telah tertanam di alam bawah sadar. Dalam perjalanannya meninjau literatur tentang cinta, ia melihat betapa sedikit penulis, baik laki-laki atau perempuan, yang berbicara tentang dampak patriarki dan dominasi laki-laki yang menghalangi perempuan dan anak-anak untuk dapat merasakan cinta yang membebaskan.
Saparinah Sadli: Kiprah dan Pemikirannya
oleh: Fathimah Fildzah Izzati, Luna Kharisma, Maria Pankratia, dan Raudhatul Jannah
Sepanjang hidupnya, Saparinah Sadli dikenal sebagai akademisi, motivator, mediator dan penggerak masyarakat, sekaligus pejuang HAM, khususnya menyangkut hak-hak perempuan. Latar belakang dan kehidupan Saparinah membuatnya memiliki privilese lebih dari para perempuan lainnya. Namun, ia menggunakan privilese tersebut dengan sangat baik untuk kepentingan kemanusiaan, khususnya perjuangan hak-hak perempuan.
Françoise Vergès: Bertempur dengan Cara Merawat, Melawan dengan Cara Membenahi
oleh: Raisa Kamila, Rezky Chiki, dan Putu Sridiniari
Françoise Vergès adalah seorang aktivis politik, kurator independen, produser film, dan akademisi. Pusaran pemikiran Vergès kerap berpijak pada kritik-kritik pascakolonial dan feminisme dekolonial. Vergès bergelar PhD dalam Ilmu Politik dan Kajian Perempuan dari University of California, Berkeley, dan telah menulis banyak buku.
Jiwa yang Bebas: Warisan Toeti Heraty yang Tak Pernah Mati
oleh: Kartika Solapung, Keni Soeriatmadja, Sri Wartati, dan Tyas Audi Farasadina
Toeti Heraty menulis sejumlah buku prosa, puisi, dan non-fiksi. Sepanjang hidupnya, Toeti Heraty aktif di kampus dan gerakan perempuan. Dari kelas yang diampunya lahir tokoh-tokoh pemikir dengan perspektif feminis yang dikenal publik saat ini. Di bidang akademik, Toeti menduduki sejumlah posisi penting, hampir-hampir di tiap pucuk tertinggi institusi, antara lain sebagai rektor IKJ, Guru Besar Luar Biasa Fakultas Sastra UI, dan Ketua Dewan Kesenian Jakarta. Toeti ikut juga mendirikan Jurnal Perempuan dan gerakan Suara Ibu Peduli.